Kecerdasan emosional perlu dikembangkan sejak usia dini, agar anak memiliki semangat belajar yang tinggi dan menjadi pribadi yang menyenangkan hati. Terapkan pola asuh yang tepat untuk meningkatkan kecerdasan emosional pada anak, mulai dari sekarang!
Menyikapi perilaku anak yang dinamis menjadi momen seru dan berharga bagi para orang tua. Ada kalanya anak bersikap manis dan penurut, namun tak jarang ia mengekspresikan diri dengan cara yang kurang ideal, seperti menangis kencang, hingga melempar barang.
Kalau sudah begitu, kesabaran Ayah dan Bunda akan teruji. Kendati tidak mudah dan butuh tenaga ekstra, tetap semangat, ya. Karena, setiap respon Ayah dan Bunda memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter anak, terutama yang berkaitan dengan kecerdasan emosionalnya di masa depan.
Namun, apakah Ayah dan Bunda telah mengetahui pentingnya kecerdasan emosional? Dan, mengapa kecerdasan emosional harus mendapat perhatian khusus dalam pola asuh Ayah dan Bunda? Yuk, kita telusuri.
Kecerdasan emosional, pertama kali dinyatakan oleh Peter Salovy dari Harvard University dan John Mayer dari University Of New Hampshire. Mereka mengungkap kualitas-kualitas emosional yang sekiranya penting bagi keberhasilan hidup, antara lain: empati, kemandirian, pengendalian amarah, mengungkapkan dan memahami perasaan, kemampuan beradaptasi, menjadi pribadi yang disukai, penyelesaian masalah antarindividu, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat.
Ayah dan Bunda tentu sepakat bahwa kualitas-kualitas tersebut berperan penting dalam setiap fase perkembangan anak, bukan? Secara langsung maupun tidak langsung, kecerdasan emosional dapat menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi, akhlak yang mulia, serta hubungan yang baik dengan diri sendiri, manusia, juga Sang Pencipta.
Yang perlu diingat, selain berkembang secara fisik, anak juga mengalami perkembangan psikologis. Maka, mereka perlu stimulus yang tepat untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya. Terlebih, anak-anak di usia emas merupakan peniru ulung. Ayah dan Bunda harus super hati-hati dalam bersikap dan menjadi teladan yang baik dalam memahami dan mengelola emosi.
Nah, berikut ini 7 cara menumbuhkan kecerdasan emosional anak, sejak usia dini:
Ungkapan kasih sayang afirmatif
Binalah hubungan yang terbuka dan saling menyayangi. Tidak perlu segan atau gengsi menunjukkan kasih sayang kepada anak, karena dapat membentuk citra diri yang positif, serta kesehatan mental yang baik pada anak dan orang tua.
Luangkan waktu khusus, sekitar 20 menit, untuk berinteraksi dengan anak tanpa distraksi apa pun, dan pastikan anak merasakan kasih sayang yang berlimpah dari Ayah dan Bunda. Selama waktu tersebut, pujilah anak dengan tulus dan tunjukkan antuasiasme terhadap aktivitas belajarnya.
Misalnya: “Wah, bagus sekali jembatan yang kamu bangun!” atau “Ayo, kita membangun menara bersama-sama.”. Dapat pula berupa pelukan atau usapan kepala yang membuat nyaman.
Baca Juga: 10 Permainan Sederhana untuk Merangsang Motorik Halus
Membiasakan tata krama
Tata krama menjadi salah satu aspek kesopanan yang jadi salah satu cara menumbuhkan kecerdasan emosional anak. Sopan santun begitu erat kaitannya dengan pembiasaan. Meski tidak instan, anak-anak akan terbiasa mengekspresikan tata krama jika Ayah dan Bunda konsisten mencontohkannya setiap waktu.
Setidaknya, ada empat kebiasaan penting yang harus ditanamkan, yaitu:
- Memberi salam dengan ucapan ”Selamat pagi” atau ”Assalamu’alaikum” ketika menyapa orang lain.
- Mengucapkan terima kasih apabila menerima suatu kebaikan dari orang lain, berupa benda atau pertolongan.
- Tidak segan mengakui kesalahan dan meminta maaf.
- Meminta tolong dengan bahasa yang baik.
Melatih kejujuran dan berpikir realistis
Kejujuran berkaitan dengan kepercayaan dan keberanian menghadapi kenyataan. Untuk melatih kejujuran pada anak, bangun rasa saling percaya dan hormati privasi mereka. Sampaikan kisah keteladanan tentang kejujuran melalui buku atau video.
Tidak perlu menutupi atau merahasiakan kenyataan pahit. Misalnya, ketika anak terjatuh karena tersandung sesuatu, jangan pernah menyalahkan benda-benda karena akan membuat anak terbiasa mencari kambing hitam atas kesalahannya.
Ayah dan Bunda dapat mengkomunikasikan, “Mana yang sakit? Tersandung mainan, ya? Lain kali hati-hati kalau lari, Nak. Yuk, kita bereskan mainannya supaya tidak tersandung lagi.”
Menumbuhkan empati
Empati mulai berkembang sejak 6 tahun pertama kehidupan. Karena itu, bimbing anak untuk peduli terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain, serta mengekspresikan kepedulian mereka dengan tindakan yang tepat.
Beberapa upaya yang dapat Ayah dan Bunda lakukan, antara lain:
- Membiasakan tanggung jawab pada anak, misalnya membereskan mainan sendiri atau membuang sampah di tempat sampah.
- Memberi pemahaman mengenai perasaan orang lain ketika sedih, senang, atau marah.
- Mengajak anak melakukan kebaikan secara acak, misalnya menjenguk orang sakit, mengambilkan barang, membukakan pintu, atau terlibat dalam kegiatan sosial.
Belajar mengenal emosi
Untuk mengungkapkan perasaan mereka, anak-anak perlu mengenal berbagai jenis emosi terlebih dahulu. Akui perasaan anak ketika ia menunjukkan suatu ekspresi.
Misalnya, sembari memberi pelukan, “Sedih ya karena tidak boleh makan permen? Tidak apa-apa, ya. Kita makan buah saja, yuk.” atau “Kamu marah karena Bunda tidak memperhatikan, ya? Maafkan Bunda, ya. Tadi terlalu sibuk di dapur. Sekarang, ayo main sama-sama.”
Mengelola konflik
Mengelola konflik menjadi salah satu cara menumbuhkan kecerdasan emosional anak. Ketika terjadi suatu masalah, seperti bertengkar dengan saudara, manfaatkan situasi untuk mengembangkan kecerdasan emosial mereka. Contohnya, dengan membantu anak-anak mengelola konflik, seperti “Iya, Bunda tahu kalau kamu marah karena adik pinjam mainanmu, tapi tetap tidak boleh memukul, ya. Itu kasar. Adik jadi sakit, lho. Bisakah main sama-sama saja atau main yang lain?” atau “Adik, kalau mau pinjam mainan, minta izin dulu sama Kakak. Kalau tidak boleh, Adik main yang lain. Tidak boleh merebut, ya. Kakak jadi kesal.”
Bersikap tenang
Ketika anak marah, Ayah dan Bunda harus mampu menunjukkan kecerdasan emosional sebagai orang tua. Komunikasikan perasaan Ayah dan Bunda dengan tenang, namun tegas. Misalnya, “Nak, Bunda kalau kamu kasar sama Adik.” atau “Bunda lebih senang kalau kamu meminta tolong dengan baik dan pelan, tidak teriak-teriak, ya.”
Nah, apabila 7 cara di atas belum efektif, Ayah dan Bunda bisa berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog anak. Prinsipnya, kecerdasan emosional orang tua juga berpengaruh pada perkembangan psikologis anak. Karena itu, tenangkan diri dan nikmati setiap momen bersama anak dengan senang hati.
Selamat mengelola emosi!